KEPAHIANG,wwwjejakdaerah.com – Disinyalir biaya Pembangunan Rumah Adat Milik Kabupaten Kepahiang hanya senilai lebih kurang 1/2 M saja. Meskipun dinggarkan sebesar 1,9 Miliyar.
Hal ini didapat dari pengakuan pekerja pada rumah adat tersebut. GM yang beralamat di Ogan Ilir Sumatera Selatan selaku tukang dalam pekerjaan mengaku pihaknya saat itu hanya mengambil jasa tukang saja dimana untuk permeternya 1,2 juta.
” Kalau untuk pembuatan Rumah Adat Kepahiang itu berukuran 8 x 12 meter dan kami saat itu hanya mengambil upah tukang saja sekitar 120 jutaan lah, karena kayunya sudah di siapkan oleh pak YM, dan kayu yang digunakan adalah kayu jati dan juga kayu lain, dicampur,” jelasnya.
Sementara itu menurut GM jika memesan bangunan serupa dari mereka hanya seharga 300 juta untuk kayu jenis kulim dimana kayu kulim kualitas dan harganya nyaris sama dengan kayu jati.
” kalau untuk kayu kulim dan jati itu mungkin sama harganya, untuk ukuran sebesar Rumah Adat kepahiang dengan bangunan sama persis sekitar 300 juta terima kunci,” jelas GM.
Melihat keterangan tukang tersebut kemana kelebihan anggaran yang mencapai 1 Milyar lebih tersebut?
Sementara itu Kadis PUPR Rudi sihaloho mengatakan terkait kerusakan yang terjadi pada rumah adat tersebut akan menjadi tanggung jawab bersama untuk memperbaikinya.
” Kalau soal kerusakan yang terjadi sekarang itu nanti akan kita cek dan perbaiki,” ujar Rudi.
Saat ditanya apakah rumah adat tersebut sudah di serah terimakan Rudi menegaskan bahwah bangunan tersebut sudah diserah terimakan ke Dikbud, namun anehnya tidak ada aktifitas apapun hingga hari ini.
Hal yang sama sebenarnya pernah diberitakan pada tahun 2018 tak lama setelah rumah adat tersebut selesai dibangun, kala itu bangunan rumah adat sudah mengalami kerusakan di beberapa tempat, dan Kadis PUPR saat itu juga memberikan Statemen yang sama bahwa akan di cek dan diperbaiki. Tapi kenyataannya hingga diberitakan kembali pada tahun 2020 ini kerusakan belum sama sekali diperbaiki malah bertambah parah.
Di saat yang sama waktu itu Anggota DPRD Kepahiang Hariyanto S.Kom juga pernah mengatakan bangunan Rumah adat dan juga bangunan TIC tersebut saat di bangun seperti sangat tergesa gesa dengan lahan tempat membangun hanya berstatus pinjam pakai.
“aneh dari awal, dibangun dengan dana besar, dengan kesan terburu buru, di tanah bukan milik daerah dan kemudian dibiarkan begitu saja, bangunan permanen di bangun di tanah pinjaman,” ujar Hariyanto.
Lanjut Hariyanto apapun alasan Dinas Dikbud dan PUPR, hal ini tidak bisa di benarkan, ini bisa merugikan negara, bangunan tersebut mulai rusak, lokasi sudah di penuhi semak belukar. Belum lagi karena gelap bangunan tersebut sudah di jadikan tempat anak anak muda mojok dan bermesraan.
“Selain itu anak anak muda juga mulai mabuk mabukan menghisap lem di dalam bangunan, benar pintu terkunci, tapi jendela terbuka, belum lagi bangunan dan lingkungan sekitar dalam kondisi gelap, jadi sangat menunjang menjadi tempat maksiat nantinya,” sesal Hariyanto.
Hariyanto meminta dinas terkait segera memanfaatkan bangunan bangunan tersebut.
“Saya berharap kawan kawan Parpora segera manfaatkan Rumah Adat dan Gedung TIC tersebut, kalau cuma alasan belum serah terima itu alasan tidak masuk akal. Memangnya sesulit apa proses serah terima antar OPD tersebut yang sama sama anak buah Bupati. Itukan cuma administrasi atau pun kalau masih hak Dinas PUPR ya tolong dimanfaatkanlah jangan sampai berlarut larut dan salah manfaat seperti sekarang ini,” katanya saat itu (2018). Tapi faktanya hingga hari ini belum ada pergerakan sama sekali.(Dq)