Oleh: Zacky Antony
PERINGATAN Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni tahun ini dibarengi menghangatnya isu komunisme. Biasanya isu komunis menghangat di bulan September menjelang peringatan G30S/PKI. Namun terpilihnya Iman Brotoseno sebagai Dirut TVRI memicu isu komunis menghangat tiga bulan lebih cepat dari biasanya.
Konsepsi Bernegara
Tanggal 1 Juni, 75 Tahun yang lalu, konsepsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia dicetuskan pertama kali oleh Soekarno. Dalam forum sidang BPUPKI, para pendiri Negara berpidato. Dalam buku sejarah orde baru, disebutkan ada tiga tokoh yang berpidato yaitu Muhammad Yamin (29 Mei), Soepomo (30 Mei) dan Soekarno (1 Juni). Namun menurut Moh Hatta, sebenarnya ada puluhan tokoh yang berpidato dalam sidang BPUPKI kala itu. Tapi entah mengapa dalam buku-buku sejarah, nama tokoh-tokoh itu tidak disebutkan.
Pernyataan Hatta kemudian diperkuat temuan salinan dokumen di National Archief Belanda. Dokumen berbentuk salinan itu menyebutkan ada tokoh-tokoh lain yang berbicara dalam sidang BPUPKI ketika itu. Sesi pertama disebutkan Yamin berpidato selama 20 menit, Sumitro (5 menit), Margono (20 menit), Sanusi (45 menit), Sosrodiningrat (5 menit) dan Wiranatakusuma (15 menit). Salinan dokumen itu menjadi bahasan disertasi J.CT. Simorangkir di Universitas Andalas (1983). Sayang dokumen aslinya hilang tak tahu ke mana setelah dikembalikan dari Belanda ke pemerintah Indonesia. Sehingga yang diketahui umum hanya pidato Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Baik Yamin, Soepomo maupun Soekarno berpidato tentang philosofische grondslag Indonesia merdeka. Pertanyaan pokok yang diminta ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat adalah apa dasar yang di atasnya akan didirikan bangunan Indonesia merdeka.
Seperti diungkapkan sendiri oleh Soekarno pada 1 Juni itu, Arab Saudi didirikan atas dasar Agama Islam, Tiongkok didirikan atas dasar San Min Chu I (Mintsu, Minchuan, Min Sheng) atau Nasionalisme, demokrasi, sosialisme. Jerman didirikan atas dasar nasionalis-sosialisme, Soviet-Rusia didirikan atas dasar Marxisme-Sosialis materialism, Jepang didirikan atas dasar “Tennoo Koodo Seishin.”
Negara Indonesia yang akan kita dirikan ini dasarnya apa? Soekarno menjawab sendiri pertanyaan itu dengan menyebut dasar berdirinya bangunan Indonesia merdeka itu adalah kebangsaan, internasionalism (perikemanusiaan), mufakat atau permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial, ketuhanan yang Maha Esa. Dia menyebut kelima prinsip itu dengan nama PANCASILA.
Soekarno sendiri menolak disebut pencipta Pancasila. Menurutnya dia hanya penggali Pancasila. Istilah Pancasila sendiri diperoleh Soekarno setelah mendapat bisikan dari seorang ahli bahasa yang tidak dia sebutkan namanya. Barulah pada tahun 1966 atau 21 tahun kemudian, Soekarno membuka identitas ahli bahasa yang dia maksud itu adalah Muhammad Yamin.
Sebelum berpidato 1 Juni, malam harinya Soekarno mendatangi rumah Yamin untuk meminta persetujuan para tokoh tentang pidato yang akan dia sampaikan besoknya. Beberapa tokoh menginap di rumah Yamin malam itu antara lain KH. Wahid Hasyim, Kahar Muzzakir dan KH. Masjkur. Soekarno juga meminta saran nama pidato tersebut. Yamin menyumbang kata “sila.” Sedangkan kata Panca berasal dari Soekarno. Tapi kalaupun ada andil pihak lain dalam penyebutan Pancasila, Soekarno lah pencetus Pancasila pertama kali.
Namun Pancasila tidak ujug-ujug menjadi dasar Negara. Prosesnya berliku dan mendalam. Perdebatannya tajam dan panjang. Golongan Islam ingin menjadikan Islam sebagai dasar Negara. Sedangkan golongan nasionalis ingin Pancasila sebagai dasar Negara. Kalau sekarang masih ada yang memperdebatkan Pancasila sebagai dasar Negara, sesungguhnya hal itu hanya mengulangi perdebatan tokoh bangsa yang terjadi antara Mei – Agustus 1945. Kalau kita menghormati para pendiri bangsa, mestinya kita juga menghormati perdebatan mereka. Bayangkan, perdebatan itu bukan satu atau dua jam. Tapi berbulan-bulan.
Adalah Panitia Sembilan yang kemudian bertugas merumuskan Pancasila sebagai dasar Negara. Terdiri Soekarno (ketua), Mohammad Hatta (wakil ketua), Mohammad Yamin, Abikusno Tjokrosujoso, AA. Maramis, Ahmad Subarjo, KH. Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, dan Agus Salim.
Perdebatan golongan Islam dan nasionalis akhirnya mampu ditengahi dengan memasukkan kata-kata pada sila “Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya.” Itulah hasil kompromi antara golongan Islam dan golongan nasionalis yang duduk dalam Panitia Sembilan. Yamin menamainya dengan sebutan Piagam Jakarta.
Namun sejarah kemudian mencatat, tujuh kata pada sila pertama tersebut akhirnya dihilangkan. Yang melatarbelakanginya, pada tanggal 18 Agustus pagi, Moh Hatta didatangi utusan Indonesia Timur yang mengancam akan memisahkan diri jika tujuh kata itu tetap dimuat. Hatta berdiskusi dan meminta persetujuan Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimejo. Kedua tokoh Islam itu menerima sehingga tujuh kata itu akhirnya dihilangkan.
Rumusan akhir Pancasila yang kemudian ditetapkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dan berlaku hingga sekarang berbunyi. Pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Tiga; Persatuan Indonesia. Empat; Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan/Perwakilan. Lima; Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Perekat Bangsa
Pancasila adalah jalan tengah di antara ide Negara Agama dan Negara Sekuler. Kelima sila merupakan nilai-nilai universal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama manapun. Nilai-nilai tauhid yang terkandung dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ajaran agama Islam. Baca Surat Al Ikhlas ayat 1; Katakanlah (Muhammad), Tuhan Itu Esa.
Indonesia bukan Negara Agama, tapi bukan pula Negara sekuler. Negara tidak memisahkan urusan agama dari Negara. Maka itu ada Kementerian Agama yang mengurus soal-soal agama. Semua diurus Negara mulai masalah perkawinan, perceraian, wakaf, warisan, pendirian tempat ibadah dll. Untuk antisipasi sengketa soal-soal tersebut, Negara membentuk Pengadilan Agama. Indonesia bukan Negara Agama, tapi Negara berketuhanan. Negara tauhid yang mengakui keberadaan Tuhan yang Esa.
Karena nilai-nilai Pancasila yang selaras dengan ajaran agama Islam, tidak heran bila dua Ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah menerima Pancasila. Inilah Ormas yang menjadi penyanggah republik dengan Pancasila sebagai pondasi sekaligus perekat. Sulit membayangkan apa jadinya bangsa ini tanpa ada perekat yang hebat atau tanpa pondasi yang kuat. Sampai di sini, sekali lagi, kita harus memberi apresiasi yang tinggi kepada para pendiri bangsa.
Fundamen Untuk Semua
Pancasila adalah the fondation of state. Untuk menyokong Negara sebesar Indonesia, tentulah harus dengan fundamen yang kokoh. Fundamen untuk menyanggah seluruh bangunan agar tidak roboh. Bukan fundamen untuk sepotong bangunan saja. Bukan pula fundamen untuk satu dinding saja atau untuk satu lantai saja. Tapi fundamen untuk seluruh bangunan.
Pancasila bukan fundamen untuk satu kelompok. Bukan pula fundamen untuk satu golongan atau agama tertentu. Akan tetapi fundamen untuk semua golongan. Itulah konsensus bapak-bapak bangsa. Kita harus menaruh hormat kepada para pendiri bangsa. Mereka tak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tapi juga dianugerahi kelapangan hati dan kebesaran jiwa yang sangat hebat. Mereka berdebat panas. Berbulan-bulan. Bersitegang urat syaraf. Hasil akhirnya menyepakati Pancasila sebagai pondasi Negara Indonesia merdeka.
SELAMAT HARI LAHIR PANCASILA
Penulis adalah Ketua PWI Provinsi Bengkulu