Anggaran Pelatihan APBDes Lubuk Penyamun Capai Ratusan Juta, Benarkah Bermanfaat untuk Warga?

oleh -202 Dilihat

Kepahiang, JejakDaerah.ID Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum justru menimbulkan pertanyaan di Lubuk Penyamun, Kecamatan Merigi, Kabupaten Kepahiang.

Pasalnya, dari tahun 2022 hingga 2024, pemerintah desa mengalokasikan anggaran ratusan juta rupiah untuk berbagai pelatihan, namun manfaatnya bagi masyarakat dipertanyakan.

Berdasarkan data yang diperoleh JejakDaerah.id, beberapa pelatihan yang didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dinilai tak tepat sasaran.

Salah satunya adalah Pelatihan Bidang Kesehatan pada 2022 yang menelan biaya Rp10,2 juta. Padahal, sosialisasi kesehatan bisa dilakukan oleh Puskesmas setempat tanpa harus menggunakan Dana Desa.

Kemudian pada 2023, tercatat Pelatihan Pengelasan dengan anggaran fantastis mencapai Rp65 juta. Hingga kini, belum jelas bagaimana pemanfaatan anggaran tersebut bagi masyarakat luas. Di tahun yang sama, Pelatihan PKK juga menyerap dana Rp16 juta.

Tak berhenti di situ, pada 2024 dua program pelatihan kembali dianggarkan dengan nilai cukup besar.

Pelatihan Pola Asuh menghabiskan Rp30 juta, sementara Pelatihan Pemasaran Produk Desa mencapai Rp49 juta. Total anggaran pelatihan dalam tiga tahun terakhir pun mencapai ratusan juta rupiah.

Masyarakat mempertanyakan apakah dana sebesar itu benar-benar memberikan manfaat yang merata. Dana Desa seharusnya direalisasikan untuk kepentingan umum, bukan hanya untuk kelompok tertentu.

Dugaan Penyimpangan Anggaran Lampu Jalan

Tak hanya soal pelatihan, anggaran pengadaan Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Desa Lubuk Penyamun juga menuai kontroversi.

Pada tahun anggaran 2023, pengadaan LPJU menelan biaya Rp1,5 juta per unit. Namun, berdasarkan pantauan langsung di lapangan, lampu yang terpasang hanya terdiri dari pipa besi berdiameter 2 inci dengan tinggi 3 meter, dilengkapi cup lampu, bola lampu, dan kabel yang terhubung ke rumah warga.

Masyarakat menilai anggaran yang digelontorkan tidak sebanding dengan kondisi fisik LPJU yang ada.

Dugaan mark-up anggaran pun mencuat, mengingat harga yang ditetapkan dinilai jauh lebih tinggi dibanding harga pasar, meski sudah dipotong pajak dan biaya tenaga kerja.

Pemerintah Desa Dinilai Kurang Transparan

Sejumlah warga mengaku kesulitan mendapatkan informasi terkait penggunaan Dana Desa.

Menurut salah satu warga yang enggan disebut namanya, program ketahanan pangan dan pekerjaan fisik di desa pun tak jelas perkembangannya.

“Kami merasa pemerintah desa tidak transparan dalam mengelola Dana Desa. Anggaran yang kami tahu cukup besar, tapi progres pembangunan di desa tidak terlihat. Kami berharap ada audit dari pihak berwenang terhadap keuangan dan pembangunan di desa kami,” ujarnya.

Dengan berbagai dugaan penyimpangan anggaran ini, masyarakat berharap ada tindakan tegas dari instansi terkait untuk memastikan Dana Desa benar-benar digunakan sesuai kebutuhan dan memberikan manfaat bagi seluruh warga. (*/drl)